Rabu, 10 Februari 2010

Gender dan Dunia Sosial VS Developmentalism

Permasalahan gender berangkat dari adanya pandangan dan anggapan bahwa kaum perempuan menerima ketidakadilan dari lingkungan sosial. Ada dua konsep penting yang harus dipahami dalam rangka membahas kaum perempuan, yaitu konsep seks dan konsep gender. Seks ialah identitas yang bersifat biologis yang melekat pada perempuan dan laki-laki sebagai pemberian dari Tuhan serta tidak dapat dipertukarkan sedangkan gender ialah identitas yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya serta peran gender ini bisa dipertukarkan. Perlunya memahami kedua konsep ini karena ada kaitan yang sangat erat antara perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (gender inaqualities). Selain itu, kaitan antara gender dan ketidakadilan sosial sangat berkaitan erat. Itulah sebabnya muncul analisis gender yang makin bisa mempertajam analisis kritis pada persoalan sosial lainnya. Misalnya analisis kelas yang dikemukakan oleh Karl Marx sebagai kritik terhadap kapitalisme, akan lebih tajam dan dalam jika di dalamnya terdapat analisis gender.
Analisis gender dalam masalah kaum perempuan sering mendapat perlawanan dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan sendiri. Dapat diidentifikasi bahwa penyebab perlawanan tersebut antara lain: 1. Adanya sistem dan struktur yang sudah mapan pada posisi kaum perempuan sehingga dengan mempertanyakan posisi perempuan kembali itu akan mengguncangkan sistem yang sudah ada. 2. Adanya kesalahpahaman dan ketidaksepakatan tentang gender. Selain itu, banyak juga yang menganggap bahwa membahas gender berarti membahas hubungan kekuasaan yang sangat pribadi.
A. Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender
Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Adapun manifestasi dari ketidakadilan gender dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
1. Marginalisasi, yaitu proses pemiskinan ekonomi pada perempuan, baik di tempat kerja, rumah tangga, kultur, dan negara.
2. Subordinasi, yaitu penomorduaan kaum perempuan dan anggapan tidak penting dalam keputusan politik dengan anggapan bahwa perempuan tidak lebih baik pemikirannya dari laki-laki.
3. Pelabelan (stereotipe) negatif pada perempuan, seperti seorang perempuan yang berhias berarti tujuan mereka untuk menarik perhatian lawan jenisnya maka setiap kejadian yang menimpa perempuan selalu dikaitkan dengan stereotipe yang dimilikinya ini.
4. Kekerasan (violence) pada perempuan baik itu yang bersifat fisik maupun mental psikologis. Beberapa hal yang dikategorikan sebagai kekerasan, diantaranya yaitu pemerkosaan, serangan fisik dalam rumah tangga, penyerangan pada organ alat kelamin perempuan, pelacuran, pornografi, keluarga berencana dan pelecehan seksual yang seringkali merugikan perempuan karena tidak adanya keadilan.
5. Beban kerja berlebih (burden), baik itu pada laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh dalam suatu rumah tangga suami dan istri sama-sama bekerja tetapi setelah sampai di rumah, sang istri langsung masak sedangkan suami langsung tidur-tiduran.
Dapat diambil kesimpulan bahwa manifestasi ketidakadilan gender telah mengakar pada keyakinan masing-masing orang.
Dalam bahasan selanjutnya, pembangunan dalam kehidupan bernegara telah terjadi diskursus pada artinya dan itu mengakibatkan ketidakadilan pada kaum perempuan di mata masyarakat pada masa pembangunan. Perempuan pada diskursus pembangunan ini mengalami keterbelakangan. Adapun sketsa dari teori-teori pembangunan yaitu teori evolusi oleh riedrich Hegel, teori fungsionalisme struktural sebagai kritik teori evolusi, teori modernisasi yang dianggap sebagai jalan optimis menuju perubahan, teori sumber daya manusia, teori konflik, teori ketergantungan, teori pembebasan serta teori kekuasaan dan diskursus dalam perubahan social.

B. Arkeologi developmentalis
Developmentalisme yaitu pembangunan yang artinya didiskursuskan untuk mempertahankan kekuasaannya dengan menjalankan kebijaksanaan massa yang mengambang yakni melarang keberadaan semua organisasi massa di tingkat desa. Selain itu dari banyak studi menunjukkan bahwa ideologi dan teori pembangunan dan modernisasi sesungguhnya tidak bertujuan menciptakan dunia lebih baik dan adil secara mendasar.

C. WID (woman in developmentalism) dan Pembangunan (Developmentalism)
WID menjadi diskursus pembangunan dan menjadi pendekatan pemecahan masalah pada perempuan Dunia Ketiga. Tenyata WID ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. WID lebih menghasilkan penjinakkan dan pengekangan perempuan Dunia Ketiga. Kritik pertama pada WID muncul di ahun 70-an yang mengkritik bahwa teknologi membebaskan perempuan sehingga perempuan tidak mendapat tempat di tekhnologi lagi. Pada dasarnya WID menghindari upaya emansipasi perempuan dan karena itu, WID diragukan untuk bisa memacu transformasi. Sedangkan tujuan gerakan transformasi gender adalah memperbaiki status perempuan dan memperjuangkan martabat dan kekuatan perempuan. Tranformasi gender menolak integrasi perempuan dalam pembangunan karena pengintegrasian tidak memberikan pilihan suara perempuan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kaum perempuan.

D. Analisis Gender dan Gerakan Transformasi Perempuan
Perbedaan gender melahirkan peran gender yang selanjutnya perlu penganalisisan antara peran gender yang bermasalah perlu digugat dan yang tidak bermasalah tak pernah digugat. Gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan tempatnya.
Dari studi gender menggunakan analisis gender ditemukan beberapa manifestasi dari ketidakadilan gender yaitu marginalisasi (pemiskinan ekonomi) perempuan contohnya revolusi hijau yang hanya ng dibuat oleh kesempatan pada petani laki-laki dan mengesampingkan keberadaan petani perempuan sehingga kaum perempuan mengalami kemiskinan akibat bias gender ini. Kedua, terjadinya subordinasi pada keberadaan perempuan, banyak kebijakan oleh pemerintah yang menganggap perempuan tidak penting seperti pembawaan perempuan yang emosional tidak tepat untuk dijadikan gubernur. Ketiga, pelabelan negatif (stereotipe) terhadap jenis kelamin tertentu sehigga menimbulkan kerugian dan diskriminasi. Contohnya wanita stereotipenya lembut dan rajin sehingga tidak cocok bekerja sebagai kernet bus. Keempat, kekerasan seperti pemerkosaan, pemukulan, dan penciptaan ketergantungan. Laki-laki yang kuat dan perempuan yang lemah, anggapan ini membuat laki-laki seenaknya memukul dan memperkosa perempuan. Kelima, burden (beban yang berlebihan) pada jenis kelamin tertentu karena peran gendernya. Contohnya perempuan yang peran gendernya pada nagian domestik mengharuskan dia melakukan kembali pekerjaan domestiknya walaupun ia telah bekerja dari pagi sampai sore di luar rumah.


E. Paradigma Fungsionalisme dalam Feminisme
Aliran fungsionalisme menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang terdiri atas bagian dan saling berkaitan dan masing-masing bagian secara terus menerus mencari keseimbangan dan harmoni. Teori ini menolak setiap usaha yang akan mengguncangkan status quo, termasuk hal yang berhubungan dengan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat karena teori ini mengacu pada kondisi yang ada adalah normal dan sehat karena itu tidak perlu perubahan. Fungsionalisme berpengaruh pada munculnya feminisme liberal yaitu suatu kritik terhadap teori politik liberal yang dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Kerangka kerja feminisme liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi tiap individu. Menurutnya, keterbelakangan kaum perempuan akibat dari sikap irrasional yang berpegang teguh pada nilai tradisional dan tidak berperannya kaum perempuan dalam pembangunan.

F. Paradigma Konflik dalam Feminisme
Sosiologi konflik percaya bahwa masyarakat memiliki kepentingan dan kekuasaan yang merupakan pusat dari hubungan sosial. Feminisme radikal menyatakan bahwa penyebab penindasan kaum perempuan oleh laki-laki karena anggapan adanya jenis kelamin laki-laki dan ideologi patriarkinya. Revolusi dan perlawanan atas penindasan perempuan bisa dalam bentuk personal perempuan sedangkan kelompok feminisme Marxis menyatakan bahwa penindasan perempuan sebagai realitas obektif dan menolak keyakinan feminisme radikal yang menyatakan biologi sebagai dasar pembeda gender. Selain itu, bagi mereka penindasan perempuan merupakan bagian penindasan kelas dalam hubungan produksi. Feminisme sosialis beranggapan penindasa perempuan bisa melahirkan kesadaran revousi tapi bukan revolusi model perempuan sebagai jenis kelamin. Kritik terhadap asumsi feminisme liberal tentang korelasi positif antara partisipasi dalam produksi dan status perempuan, partisipasi perempuan tidak selalu menaikkan status perempuan.

G. Hegemoni Maskulinitas dan Arah Gerakan Feminisme
Feminisme berawal dari adanya pandangan bahwa kaum perempuan dieksploitasi dan ditindas dan solusinya. Feminisme bukan perjuangan kaum perempuan dihadapan laki-laki tetapi perjuangan dalam rangka transformasi sistem dan struktur yang tidak adil, ke sistem sistem yang lebih adil pada perempuan maupun laki-laki.
H. Anatomi gerakan kaum perempuan
Feminisme mempunyai agenda mengakhiri penindasan kaum perempuan. Ada paham yang mempengaruhi pemikiran perempuan Dunia Ketiga yaitu paham modernisasi yang menganngap perempuan sebagai masalahbagi perkembanagn politik dan ekonomi modern dan memandang industrialisasi merupakan jalan terbaik untuk peningkatan status perempuan. Menurut Engels, revolusi bukan jaminan persamaan laki-laki dan perempuan. Emansipasi perempuan dapat terwujud jika perempuan terlibat dalam produksi dan tidak lagi mengurus rumah tangga, ini sebagai manifestasi dari industrialisasi.

I. Arah gerakan feminisme
Feminisme lahir pada tahun 60-an. Muncul di Amerika sebagai bagian dari kultur radikal termasuk gerakan hak-hak sipil dan kebebsasan seksual. Selanjutnya, feminisme bergerak ke Eropa, Kanada, dan Australia dan kini telah menjadi gerakan global dan mengguncang Dunia Ketiga (Etiopia, Zimbabwe, dll). Tahun 1975 PBB mengumumkan International Decade of Women. Tahun 1979 PBB mengeluarkan resolusi untuk menghentikan bentuk-bentuk diskriminasi terhadap perempuan. kini, banyak negara yang memiliki perundang-undangan anti-diskriminasi yang menguntungkan kaum perempuan dan mulai meningkatnya kaum perempuan yang bersekolah serta tercipta pilihan kontrasepsi yang turut mengangkat kaum perempuan. dari hal itu ada arus perlawanan, baik itu dari perempuan sendiri yang menganggap feminisme adala gagasan barat yang dipaksakan ada dan Developmentalism yang dianggap menjanjikan harapan baru untuk memecahka permasalahan umat di dunia.

J. Tinjauan Struktural terhadap Buruh Perempuan
Analisis kondisional terhadap buruh perempuan sebenarnya menyangkut buruh laki-laki juga, baik yang bersifat jangka panjang dan jangka pendek yang meliputi upah minimum, diskriminasi upah antara laki-laki dan perempuan, keselamatan kerja, dan hak untuk berorganisasi. Sedangkan analisis struktural menekankan pada posisi buruh perempuan dalam keseluruhan struktur formas sosial yang sudah ada. Dari kedua hal ini dipilih analisis overdeterminism yaitu analisi yang berasumsi bahwa sesuatu aspek tidak berdiri sendiri karena secara dialektika saling berpengaruh dan menentukan.

K. Posisi Buruh dalam Struktur Developmentalism
Developmentalism memandang kapitalisme sebagai bentuk ideal dari sistem dan struktur masyarakat yang demokratis. Dalam developmentalism hubungan antarunsur masyarakat proses dalam suatu mekanisme yang saling berkaitan tapi penuh kontradiksi. Ada dua unsur masyarakat yaitu kelas dan non-kelas. Hubungan kelas terlihat pada hubungan buruh, majikan, dan manajer, dimana majikan dan manajer mendapatkan nilai lebih dari hasil keja buruh. Unsur non-kelas, seperti pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan, media massa, dll, memiliki keterikatan dan ketergantungan satu sama lain. Unsur non-kelas bergantung pada keberadaan kelas, maka seluruh unsur dalam negara turut berperan dalam keberadaan kelas ini.

L. Menuju perubahan posisi buruh
Posisi buruh terlihat sangat penting tetapi juga sangat kritis. Selanjutnya perjuangan hak asasi merubah kondisi kaum buruh berkenaan dengan batas upah minimum buruh, kondisi fisik dan jaminan kerja sosial. Namun perjuangan ini harus dikaitkan juga degan memberi ruang pada buruh untuk berorganisasi, menghargai mereka sebagai kelompok aktro sejarah, dengan cara melibtakan ke dalam semua keputusan dan negosiasi yang menyangkut nasib mereka.

M. Analisis Gender dan Tafsir Agama
Agama dalam hal ini diharapka memberi solusi dan upaya dalam rangka transformasi sosial termasuk merubah posisi kaum perempuan dalam struktur masyarakat. Di masa sekarang, agama, termasuk Islam, dijadikan sebagai kambing hitam dari kelanggengan ketidakadilan gender di masyarakat. Tapi, marilah kita lihat dulu sejarah masa lalu. Pada zaman pra-Islam, kedudukan perempuan dalam masyarakat sangat rendah dan sangat buruk kondisinya. Dalam Al-Quran juga dinyatakan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama di mata Tuhan. Selain itu, peran tafsir keagamaan sangat penting untuk melegitimasi dominasi atas kaum perempuan. Dari hal ini, tafsir, interpretasi terhadap ajaran agama sangat dipengaruhi cara pandang penafsir. Perlu adanya penafsiran kritis mengenai agama sehingga apa yang ditafsirkan benar-benar sesuai dengan agama tersebut tanpa adanya bias ideologi dan kepentingan.


N. Pendekatan Tafsir Agama dengan Perspektif Gender
Setiap agama menjunjung keadilan dalam kehidupan manusia. Untuk bisa menganalisis tentang adil dan tidak adil bisa dilakukan dengan mengetahui tafsir agama sehingga tidak salah dalam menentukan permasalahan keadilan. Dalam menganalisis agama diperlukan juga juga ilmuilmu lain sebagai pisaunya. Demikian juga mengenai ayat tentang perempuan, diperlukan analisis gender dalam mengupasnya. Disini tafsir agama mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam melanggengkan keadilan gender ataupun sebaliknya.

O. Identifikasi Agenda Masalah Agama yang Strategis
1. Subordinasi kaum perempuan
2. Pemahaman yang bias gender meneguhkan subordinasi dan berakibat pada masalah waris dan kesaksian.
3. Segenap ayat yang berhubungan dengan hak produksi dan reproduksi kaum perempuan. agenda hak reproduksi meliputi hak jaminan keselamtan dan kesehatan, hak memilih pasangan, hak untuk menolak dan menerima hubungan seksual.

P. Emansipasi Kaum Perempuan: Refleksi dan Agenda Mendesak
Manifestasi gender pada kaum perempuan
1. Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan terjadinya subordinasi perempuan atas laki-laki
2. Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan terjadinya marginalisasi
3. Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan terjadinya pelabelan atau stereotipe
4. Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan perempuan bekerja lebih keras (double-burden)
5. Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dan penyiksaan
6. Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan terjadinya penjinakkan

Agenda untuk mengakhiri sistem yang tidak adil
1. Melawan hegemoni yang merendahkan perempuan dengan cara dekonstruksi ideologi (mempertanyakan kembali ideologi yang ada)
2. Melawan paradigma developmentalism dengan cara berpartisipasi dalam pembangunan
Ketidakadilan gender harus dihentikan
Masalah gender merupakan masalah yang sangat intens akarena melibatkan sisi emosional individu juga. Dalam perkembangannya dibutuhkan orang-orang yang mau dan mampu untuk memperjuangkan ketidakadilan gender ini. Pemecahan masalah gender ini harus dilakukan serempak karena permasalahan gender terdapat di kepala orang masing-masing dan hanya bias ditanggulangi apabila mereka bersatu untuk memperjuangkan gender. Dari sini perlu pemikiran bahwa perempuan harus mampu untuk tidak membatasi dirinya sendiri sehingga keadilan gender bias diperjuangkan.
Agenda mendesak
Feminisme yang memang merupakan gerakan yang memperjuangkan nasib kaum wanita karena dalam kehidupan , kelompok kaum feminis ini menganggap wanita selalu dirugikan. Usaha kaum feminis ini ternyata sangat membuahkan hasil dan terlihat buktinya pada masa global seperti sekarang ini, dimana perempuan saudah bias sejajar dengan laki-laki dalam kebanyakan aspek kehidupan.
Gerakan feminisme di Indonesia
Di Indonesia, isu feminisme terdengar sejak tahun 60-an dan menjadi isu dalam pembangunan pada tahun 70-an yang dibawa oleh sejumlah aktivis LSM. Terbagi menjadi tiga dasawarsa tahapan. Tahap pertama disebut tahapan pelecehan (1975-1985). Tahap kedua (1985-1995) lebih menekankan pada pengenalan dan pemahaman konsep gender dan analisis gender serta mengapa gender menjadi masalah pembangunan. Pada tahap ketiga (1995-sekarang), dua strategi diusulkan yaitu mengintegrasikan gender dalam seluruh kebijakan dan program berbagai organisasi dan lembaga dan strategi advokasi untuk pengkajian terhadap letak akar persoaln ketidakadilan gfender di negara dan masyarakat.



Kritik Terhadap Gender
Menurut saya, konsep gender telah menyalahi aturan. Dimungkinkan ini karena orang-orang Indonesia yang setuju dengan konsep ini tidak menelaah lebih jauh tentang dampak konsep gender sebenarnya. Melihat harapan-harapan penulis di bukunya yang saya review ini sungguh sangat mulia, mengangkat derajat wanita yang dianggap lemah selama ini dalam system social masyarakat. Tapi, bias kita telaah bahwa konsep gender ini bukan merupakan hal yang urgent untuk diterapkan. Selain itu, menurut saya, mengingat banyaknya masalah kemanusiaan yang lebih parah lagi di masa mendatang akibat konsep ini. Ada baiknya konsep gender ini tidak pernah ada di masyarakat dan jangan sampai konsep ini diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Dampak negativf yang akan diterima masyarakat bila aspek ini diterapkan yaitu tidak adanya moral bangsa lagi. Nilai-nilai ketimuran pun tidak bisa lihat lagi. Selain itu, tidak adanya larangan pada hak asasi manusia yang bersifat negatif, lalu untuk apa agama diturunkan? Konsep ini akan melahirkan pernikahan sesama jenis, transgender dan transseksual. Dari segi apapun konsep ini tidak perlu dimunculkan. Saya percaya bahwa setiap konsep pasti ada manfaatnya tetapi yang perlu dilihat apa dampak negatifnya dan bagaimana kondisi kehidupan masyarakat bila diterapkan konsep ini?
Coba kita bayangkan, bila kaum homoseksual dan gay sudah mendapat pengakuan adanya jenis kelamin seperti mereka, yang sukses menikah karena mengatasnamakan gender, mendapat kehidupan yang layak seperti selayaknya suami istri? Mereka mendapat hak untuk mengasuh anak, karena menurut undang-undang, apabila dua orang telah menikah dan sah maka mereka berhak mendapatkan hak untuk mengadopsi anak. Bisa kita analisis ke masa depan, bagaimana akhlak generasi penerus bangsa selanjutnya bila dibesarkan oleh gay dan pasangan homoseksual ataupun lesbi. Ironis sekali! Mereka melihat orang tua mereka berasal dari jenis kelamin yang sama. Maka sangat dimungkinan mereka pun akan menuruti apa yang dilakukan oleh orang tua mereka. Modeling yang pertama kali anak lakukan adalah dengan melihat orang tuanya.
Selanjutnya, adanya konsep feminisme sudah cukup mewakilkan adanya pergerakan kaum perempuan di dunia. Konsep gender menuntut adanya kebebasan juga untuk kaum laki-laki, padahal sepanjang sejarah kaum perempuanlah yang sering ditindas dalam kehidupan. Terakhir, semua orang berhak mendapat kesempatan dan keadilan tapi harus dilihat mana proporsi dan bentuk yang sesuai untuk solusi keadilan yang sedang ia permasalahkan.



Saran
Menurut saya, akan lebih baik konsep gender ini masuk di mata kuliah filsafat karena tujuan filsafat mengungkap makna kehidupan dan mempertanyakn hal yang sudah ada untuk mencapai kebenaran. Selain itu, perlu adanya usaha untuk menelaah lebih jauh tentang gender dan dampaknya dalam kehidupan manusia. Jangan hanya mengagungkan kebebasan dan kesetaraan karena kesetaraan tidak akan mungkin bisa tercapai karena sifat manusia yang selalu tidak puas dengan kehidupannya. Yang perlu di perbaharui adalah cara pikir masyarakat, khususnya perempuan agar para perempuan bisa ikut berpartisipasi dalam setiap aspek kehidupan. Selain itu, peran dan nasib perempuan sangat ditentukan oleh perempuan sendiri. Bagaiman ia bersikap dalam menghadapi permasalahan menentukan dimana posisinya.

Daftar Pustaka
Fakih, Mansour. 2006. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar